Ada beberapa cara dalam menemukan kebenaran
melalui pendekatan non ilmiah, yaitu melalui: kebetulan, trial and error,
otoritas, spekulatif, akal sehat, prasangka, dan intuisi.
1. Penemuan Kebenaran secara kebetulan
Suatu peristiwa yang tidak disengaja
kadang-kadang ternyata menghasilkan suatu kebenaran yang menambah
perbendaharaan pengetahuan manusia, karena sebelumnya kebenaran itu tidaklah
diketahui. Sepanjang sejarah manusia, penemuan secara kebetulan itu banyak
terjadi, dan banyak di antaranya yang sangat berguna. Penemuan secara kebetulan
diperoleh tanpa rencana, tidak pasti serta tidak melalui langkah-langkah yang
sistimatik dan terkendali (terkontrol). Anda pasti pernah membaca atau
mendengar, salah satu contoh penemuan secara kebetulan adalah tentang peristiwa
yang dialami seorang Indian yang menderita penyakit demam dengan panas yang
tinggi. Yang bersangkutan dalam keadaan tidak berdaya terjatuh pada aliran
sebuah sungai kecil yang airnya kelihatan berwarna hitam. Setelah berulang kali
meminum air sungai yang terasa pahit itu, ternyata secara berangsur-angsur yang
bersangkutan menjadi sembuh. Kemudian diketahuilah bahwa air yang berwarna
hitam itu ternyata disebabkan oleh sebatang pohon kina yang tumbang di hulu
sungai sebagai sebab yang sebenarnya dari kesembuhan orang tersebut. Dari
kejadian yang tidak disengaja atau kebetulan itu, akhirnya diketahuilah bahwa
kina merupakan obat penyembuh demam yang disebut malaria.
Cara menemukan kebenaran seperti tersebut diatas
bukanlah cara yang sebaik-baiknya, karena manusia bersifat pasif dan menunggu.
Bagi ilmu, cara tersebut tidak mungkin membawa perkembangan seperti diharapkan,
karena suatu kebetulan selalu berada dalam keadaan yang tidak pasti, datangnya
tidak dapat diperhitungkan secara berencana dan terarah. Oleh karena itu cara
ini tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam metode keilmuan untuk
menggali kebenaran pengetahuan. Contoh lain, pernahkan Anda memperoleh
pengalaman ketika jam beker berhenti, kemudian kita tepuk-tepuk dan ternyata
jalan lagi. Contoh ini tidak bisa berlaku dalam setiap beker mati untuk bisa
hidup kembali.
2. Penemuan kebenaran dengan trial and error
Mencoba sesuatu secara berulang-ulang, walaupun
selalu menemukan kegagalan dan akhirnya menemukan suatu kebenaran disebut cara
kerja trial and error. Dengan cara ini seseorang telah aktif melakukan usaha
untuk menemukan sesuatu, meskipun sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti
tentang sesuatu yang ingin dicapainya sebagai tujuan dalam melakukan percobaan
itu. Penemuan coba-coba (trial and error) diperoleh tanpa kepastian akan
diperolehnya sesuatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah. Usaha
coba-coba pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan
pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan
serangkaian usaha; usaha yang berikut biasanya agak lain, yaitu lebih maju,
daripada yang mendahuluinya. Penemuan secara kebetulan pada umumnya tidak
efisien dan tidak terkontrol.
Dari satu percobaan yang gagal, dilakukan lagi
percobaan ulangan yang mengalami kegagalan pula. Demikian dilakukan terus
percobaan demi percobaan dan kegagalan demi kegagalan, tanpa rasa putus asa
sehingga akhirnya sebagai suatu surprise dari serangkaian percobaan itu
ditemukan suatu kebenaran. Kebenaran yang menambah perbendaharaan pengetahuan,
yang kebenarannya semula tidak diduga oleh yang bersangkutan.
Anda mungkin masih ingat salah satu contoh yang
dicobakan oleh Robert Kock dengan mengasah kaca hingga terbentuk sebagai lensa,
yang mampu memperbesar benda-benda yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang, kacakaca itu diasah tanpa mengetahui tujuannya. Akhirnya ternyata
lensa yang ditemukannya itu telah mendasari pembuatan mikroskop, yang pada
giliran berikutnya melalui trial and error telah mengantarkan yang bersangkutan
pada keberhasilan menemukan basil atau kuman penyakit Tuberculose (TBC).
Sebagaimana dikatakan di atas cara ini sudah
menunjukkan adanya aktivitas manusia dalam mencari kebenaran, walaupun lebih
banyak mengandung unsurunsur untung-untungan. Di samping itu cara tersebut
kerap kali memerlukan waktu yang lama karena kegiatan mencoba itu tidak dapat
direncanakan, tidak terarah dan tidak diketahui tujuannya. Dengan kata lain
cara ini terlalu bersifat meraba-raba, tidak pasti dan tanpa pengertian yang
jelas. Oleh karena itulah maka cara trial and error tidak dapat diterima
sebagai metode keilmuan dalam usaha menggungkapkan kebenaran ilmu, terutama
karena tidak memberikan jaminan untuk sampai pada penemuan kebenaran yang dapat
mengembangkan ilmu secara sistematik.
3. Penemuan kebenaran melalui otoritas atau
kewibawaan
Di dalam masyarakat, kerapkali ditemui
orang-orang yang karena kedudukan
pengetahuannya sangat dihormati dan dipercayai. Orang tersebut memiliki kewibawaan yang besar di lingkungan masyarakatnya. Banyak pendapatnya yang diterima sebagai kebenaran. Kepercayaan pada pendapatnya itu tidak saja karena kedudukannya di dalam masyarakat itu, misalnya sebagai pemimpin atau pemuka adat atau ulama dan lain-lainnya, tetapi dapat juga karena keahliannya dalam bidang tertentu. Otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang yang cukup banyak. Pendapat-pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar. Namun, pendapat otoritas ilmiah itu tidak selamanya benar. Ada kalanya, atau bahkan sering, pendapat mereka itu kemudian ternyata tidak benar, karena pendapat tersebut tidak diasalkan dari penelitian, melinkan hanya didasarkan atas pemikiran logis.
pengetahuannya sangat dihormati dan dipercayai. Orang tersebut memiliki kewibawaan yang besar di lingkungan masyarakatnya. Banyak pendapatnya yang diterima sebagai kebenaran. Kepercayaan pada pendapatnya itu tidak saja karena kedudukannya di dalam masyarakat itu, misalnya sebagai pemimpin atau pemuka adat atau ulama dan lain-lainnya, tetapi dapat juga karena keahliannya dalam bidang tertentu. Otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang yang cukup banyak. Pendapat-pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar. Namun, pendapat otoritas ilmiah itu tidak selamanya benar. Ada kalanya, atau bahkan sering, pendapat mereka itu kemudian ternyata tidak benar, karena pendapat tersebut tidak diasalkan dari penelitian, melinkan hanya didasarkan atas pemikiran logis.
Kiranya jelas, bahwa pendapat-pendapat sebagai
hasil pemikiran yang demikian itu akan benar kalau premise-premisenya benar.
Kembali ke masa lampau, Anda pasti mengenal teori evolusi dari Darwin, yang
selama ini diakui kebenarannya oleh banyak orang, tiada lain arena yang
bersangkutan dipandang ahli dibidangnya sehingga mampu meyakinkan tentang
kebenaran teorinya walaupun tidak bertolak dari pembuktian ilmiah melalui fakta
fakta pengalaman. Di samping itu banyak tokoh-tokoh sejarah yang karena
memiliki otoritas atau kewibawaan di lingkungan masyarakatnya, berbagai
pendapat yang dikemukakannya dipandang sebagai kebenaran, walaupun berlakunya
terbatas selama jangka waktu tertentu. Misalnya Hitler dengan teorinya tentang
ras Asia sebagai ras yang terbaik di dunia. Sukarno sebagai presiden di
zamannya dengan berbagai teorinya mengenai politik, kemasyarakatan, ekonomi dan
lain-lainnya. Pendapat-pendapat seperti itu kerapkali berguna juga, terutama
dalam merangsang dan memberi landasan bagi usaha penemuan-penemuan baru di
kalangan orang-orang yang menyangsikannya. Akan tetapi cara inipun tidak dapat
diterima sebagai cara ilmiah dalam metode keilmuan karena lebih banyak diwarnai
oleh subjektivitas dari orang yang mengemukakan pendapat tersebut.
4. Penemuan Kebenaran secara spekulatif
Cara ini mengandung kesamaan dengan cara trial
and error karena mengandung unsur untung-untungan dalam mencari kebenaran. Oleh
karena itu cara ini dapat dikatagorikan sebagai trial and error yang teratur
dan terarah. Dalam prakteknya seseorang telah memulai dengan menyadari masalah
yang dihadapinya, dan mencoba meramalkan berbagai kemungkinan atau alternatif
pemecahannya. Kemudian tanpa meyakini betul-betul tentang ketepatan salah satu
alternatif yang dipilihnya ternyata dicapai suatu hasil yang memuaskan sebagai
suatu kebenaran. Dengan kata lain yang bersangkutan memilih salah satu dari
beberapa kemungkinan pemecahan masalah itu, walaupun tanpa meyakini bahwa
pilihannya itu sebagai cara yang setepat-tepatnya. Cara spekulatif seperti itu
tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Dalam hubungan ini sering ditemui orang
yang pandangan atau intuisinya tajam, yang memungkinkan penggunaan cara
spekulatif dalam menanam sejenis tanaman di tanah gambut. Dari penanaman yang
cukup banyak untuk jangka waktu tertentu, ternyata dihasilkannya suatu
kebenaran bahwa jenis tanaman tersebut dapat tumbuh subur di atas tanah gambut
atau sebaliknya.
Di atas telah dikemukakan bahwa cara ini mengandung
unsur untung-untungan yang sangat dominan, sehingga tidak efektif untuk
dipergunakan dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah. Unsur untung-untungan itu
mengakibatkan cara menemukan kebenaran lebih bersifat meraba-raba, sehingga
kemungkinan gagal lebih besar daripada keberhasilan menemukan kebenaran
sebagaimana diharapkan. Salah satu contoh dari untung-untungan adalah ketika
pemerintah menyediakan proyek penanaman tahan gambut untuk ditanami dengan
pohon yang produktif. Setelah diolah ternyata mengalami kegagalan, karena masih
memerlukan teknologi yang lebih canggih untuk pengolahan tanahnya. Contoh lain,
bagi Anda yang hidupnya dalam lingkungan pertanian pernah mengenal ubi Cilembu
yang terkenal karena manisnya. Ada beberapa petani yang mencoba menanam ubi
Cilembu diluar daerah Sumedang dengan harapan bisa menghasilkan ubi yang manis,
akan tetapi setelah panen ternyata hasilnya tidak sama dengan yang aslinya.
5. Akal Sehat
Akal sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda
sekalipun dalam batas tertentu keduanya mengandung persamaan. Menurut Conant
yang dikutip Kerlinger (1973:3) akal sehat adalah serangkaian konsep (concepts)
dan bagan konseptual (conceptual schemes) yang memuaskan untuk penggunaan
praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah kata-kata yang menyatakan abstraksi
yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus. Bagan konsep adalah
seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoritis.
Walaupun akal sehat yang berupa konsep dan bagan konsep itu dapat menunjukkan
hal yang benar, namun dapat pula menyesatkan. Sebagai tenaga pendidik, Anda
pernah melihat, mendengar atau mengalami tentang hukuman dan ganjaran dalam
pendidikan. Pada abad ke-19 menurut akal sehat yang diyakini oleh banyak
pendidik, hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Penemuan ilmiah ternyata
membantah kebenaran akal sehat tersebut. Hasil-hasil penelitian dalam bidang
psikologi dan pendidikan menunjukkan bahwa bukan hukuman yang merupakan alat
utama dalam pendidikan, melainkan ganjaran. Melalui hukuman dapat berdampak
rasa tertekan pada anak, sedangkan dengan ganjaran dapat menumbuhkan rasa
percaya diri pada anak, sehingga potensi anak dapat berkembang lebih baik.
6. Prasangka
Pencapaian pengetahuan secara akal sehat diwarnai
oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal yang demikian itu menyebabkan
akal sehat mudah beralih menjadi prasangka. Dengan akal sehat, orang cenderung
mempersempit pengamatannya karena diwarnai oleh pengamatannya itu, dan
cenderung mengkambing-hitamkan orang lain atau menyokong sesuatu pendapat .
Orang sering tidak mengendalikan keadaan yang juga dapat terjadi pada keadaan
lain. Orang sering cenderung melihat hubungan antar dua hal sebagai hubungan
sebabakibat yang langsung dan sederhana, padahal sesungguhnya gejala yang
diamati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal sehat orang
cenderung kearah pembuatan generalisasi yang terlalu luas, kemudian merupakan
prasangka.
7. Pendekatan Intuitif
Dalam pendekatan intuitif orang menentukan
“pendapat” mengenai sesuatu berdasar atas “pengetahuan” yang langsung atau
didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang tidak
difikirkan lebih dahulu. Dengan intuisi, orang memberikan penilaian tanpa
didahului sesuatu renungan. Pencapaian pengetahuan yang demikian itu sukar dipercaya.
Di sini tidak terdapat langkahlangkah yang sistematik dan terkendali. Metode
yang demikian itu biasa disebut metode a-priori. Dalil-dalil seseorang yang
a-priori cocok dengan penalaran, belum tentu cocok dengan pengalaman atau data
empiris. Anda mungkin sempat menyaksikan televisi tentang jatuhnya benda
angkasa yang menghantam beberapa rumah sampai hancur. Dengan jatuhnya benda
angkasa tersebut Anda langsung percaya bahwa di atas bumi ada berbagai benda
yang satu waktu bisa turun ke bumi.